MALARIA SEREBRAL


I. Definisi
Malaria serebral adalah suatu penyakit yang melibatkan manifestasi klinis dari Plasmodium falciparum yang mempengaruhi perubahan pada status mental dan bisa mengakibatkan koma. Malaria serebral juga merupakan suatu penyakit otak akut yang tersebar luas yang ditandai oleh demam.

II. Mortalitas
Angka mortalitas akibat malaria serebral antara 25 sampai 50%. Jika seseorang terkena malaria serebral, tetapi tidak segera dilakukan pengobatan maka dalam 24 sampai 72 jam penderita bisa meninggal.

III. Histopatologi
Ditandai dengan adanya sequester pada kapiler dan vena otak yang didalamnya terdapat parasitized red blood cells (PRBCs) dan non-PRBCs (NPRBCs). Lesi berbentuk seperti cincin pada otak yang merupakan karakteristik utama dari penyakit ini. Faktor resiko utama pada penyakit malaria serebral meliputi anak-anak dibawah usia 10 tahun dan tinggal di area endemik malaria.
Terdapat suatu batasan yang jelas untuk mendiagnosa malaria serebral. Batasan pragmatis bisa dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Biasanya dilihat :
(1) Coma yang bersifat unrousable yang tidak terlokalisir dan rasa sakitnya menetap selama lebih dari enam jam jika pasien telah mengalami suatu gangguan hebat yang merata.
(2) Bentuk aseksual dari P. falciparum ditemukan dalam darah.
(3) Secara lebih spesifik yang dapat menyebabkan ensefalopati, yaitu bakteri atau virus. (Newton Dan Warrell)

Blantyre Coma Scale, yang berhubungan dengan diagnosa, telah dipikirkan untuk menegakan diagnosis malaria serebral pada anak-anak muda.

IV. Gejala Klinik
Gejala klinik dari malaria serebral sangat komplek, tetapi ada tiga gejala utama umum yang terdapat baik pada orang dewasa maupun pada anak-anak:
(1) Kesadaran yang lemah dengan demam yang tidak spesifik
(2) Kejang-kejang dan defek (defisit) neurologis
(3) Secara umum coma yang menetap selama 24 sampai 72 jam, pada awalnya rousable dan kemudian unrousable.

V. Etiologi
Penyebab malaria cerebral tidak dipahami dengan jelas. Sekarang ini, ada dua hipotesis utama yang menjelaskan tentang etiologi dari malaria serebral ini. yaitu hipotesis mekanik dan hipotesis humoral. Hipotesis secara mekanis menyatakan bahwa terdapat suatu interaksi spesifik antara suatu P. falciparum erythrocyte membran protein (Pfemp-1) dan struktur-struktur yang terdapat pada sel endothel, seperti ICAM-1 atau E-Selectin, mengurangi aliran darah kaviler yang dapat menyebabkan hipoksia. Secara selektif mengikat sel PRBCs dan non-PRBCs, yang dapat dikenal juga sebagai sel roset (bentuk bunga ros), dapat dikenali dengan baik melalui tanda malaria serebral histopatologi dan kondisi penderita yang koma. Bagaimanapun, hipotesis ini adalah tidak cukup menjelaskan mengenai defisit neurologis yang terjadi sehingga dapat menyebabkan penurunan kesadaran.
Humoral hipotesis menyatakan bahwa suatu toksin yang dihasilkan oleh parasit malaria yang akan merangsang makrofag untuk melepaskan TNF-A dan sitokin seperti IL-1. Sel sitokin tidaklah berbahaya, mereka dapat mempengaruhi dan mengontrol produksi oksigen nitrat (NO) yang tak terkendalikan. Oksida nitrat ini dapat melintasi blood brain barier (sawar darah otak) yang akan menyebabkan perubahan pada fungsi sinaptik seperti halnya anestesi umum dan meningkatkan konsentrasi etanol, yang dapat menyebabkan penurunan kesadaran. Interaksi biokimia yang terjadi secara alami tersebut dapat menjelaskan bagaimana terjadinya koma.

VI. Obat Pilihan yang dapat diberikan (Terapi)
Penyakit malaria cerebral dapat berakibat fatal (menyebabkan kematian), bila infeksi yang ditimbulkan oleh malaria ini tidak segera diatasi dan dirawat. Oleh karena sistem imunitas alami yang terdapat pada malaria tidak dipahami secara pasti dan sulitnya atau belum adanya obat yang tepat untuk mengobati malaria serebral ini, oleh karena itu suatu usaha pencegahan atau pengendalian sangat penting dilakukan.. Dua hal yang dapat dilakukan adalah pengobatan secara kemoterapi dan nasehat (penyuluhan). Untuk itu intervensi dari Ilmu Kesehatan Masyarakat sangatlah diperlukan.

VII. Kemoterapi
Pengobatan malaria serebral sekarang terutama melibatkan penggunaan kina, untuk penderita dengan malaria serebral yang resisten dengan obat chloroquine. Obat ini merupakan salah satu dari empat alkaloida utama yang dapat ditemukan pada pohon kina dan obat ini merupakan satu-satunya obat yang sudah digunakan sejak dulu dan masih terbukti efektip sebagai obat antimalaria. Kina mempunyai aktivitas yang serupa dengan chloroquine yang aktivitasnya terhadap enzim pencernaan parasit.

VIII. Artemisinin
Dalam beberapa percobaan secara klinis, obat ini mampu untuk menghancurkan parasitemia dan menurunkan demam lebih cepat dari kina atau chloroquine, tetapi mereka tidak dapat membunuh parasitnya. Artemisinin telah digunakan Cina sebagai obat tradisional untuk menurunkan demam dan malaria. Obat merupakan suatu sesquiterpene lactone yang merupakan derivat dari Artemisia annua. Dua jenis obat yang secara luas digunakan adalah artesunate dan artemether. Karena kedua obat ini sangat efektif dan murah, oleh karena itu kedua obat tersebut mulai dipromosikan sebagai obat antimalaria.
Bagaimanapun, di Australia, Eropa atau Amerika Utara obat ini belum digunakan. Obat ini terutama digunakan untuk menggantikan obat-obat yang sangat resisten terhadap Plasmodium falsifarum, seperti yang resisten terhadap kina, artemisinin dan derivatnya dapat digunakan sebagai obat pilihan untuk malaria serebral (SM).

IX. Terapi Tambahan
Terapi tambahan atau terapi simptomatis yang digunakan untuk malaria serebral dapat diterangkan sebagai berikut ini :
Anti Piretik
Misalnya paracetamol, untuk mengurangi atau menurunkan demam. Tapi penggunaan obat ini tidak jelas, apakah penurunan temperatur bermanfaat bagi penderita malaria serebral atau tidak.
Obat Anti Konvulsan
Seperti sodium penobarbital, sebagai obat anti kejang. Obat ini sangat penting digunakan untuk mengendalikan atau mencegah kejang, apabila tidak diberikan obat anti konvulsan ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan sel-sel neuron yang akan berakibat fatal.

Obat untuk menurunkan tekanan intrakranial
Untuk menurunkan tekanan intrakranial dapat gunakan obat seperti osmotik diuretik.
Koreksi Hipoglikemia
Penggunaan glukosa yang hipertonik, secara teoritis, dapat mengoreksi hipoglikemia pada jaringan yang mengalami hipoksia yang apabila tidak dikoreksi dapat bertambah buruk dan dapat timbul asidosis.
Transfusi Tukar
Biasanya hanya dibenarkan ketika parasitemia perifer melebihi 10% yang beredar bersama eritrosit. Peranan berapa banyak serta berapa kecepatan transfusi darah ini masih kontroversial karena berpotensi menimbulkan bahaya serta mahalnya biaya yang harus dikeluarkan pada penderita–penderita yang berada pada area endemik malaria.
Obat Anti Inflamasi
Contohnya adalah kortikosteroid. Obat ini telah terbukti mampu mengendalikan proses inflamasi dan menunjukkan hasil yang cukup memuaskan.
Desferroxamine
Suatu iron-chelating adjuvant agent yang memiliki efek antimalaria mampu mengurangi pembentukan oksigen reaktif dengan mengurangi konsentrasi besi bebas.

Mikrosirkulasi
Contohnya pentoxifylline. Obat ini mempu mengurangi butir-butir sel darah merah yang deformitas (kerusakan) dan viskositas darah, menurunkan resistensi pembuluh darah sistemik dan menghancurkan penggumpalan (pengumpulan) platelet, dengan demikian dapat meningkatkan sirkulasi darah kapiler (microcirculatory).

7 thoughts on “MALARIA SEREBRAL

  1. Mau Share Ya. Propolis bisa menjadi solusi kesehatan untuk berbagai penyakit yang bekerja secara holistik. Propolis adalah zat yang dihasilkan oleh lebah sebagai obat dan pencegahan penyakit (Hampir semua kitab suci menulis tentang lebah, Q.S. An Nahl Ayat 68 & 69). Info tentang propolis dapat kunjungi obatpropolis.com
    semoga bermanfaat
    Rahmah

Leave a reply to anggi setyawan Cancel reply